Palu, Truestorysports – Suara riuh bola basket yang memantul di lantai Lapangan Taman GOR Palu malam itu berpadu dengan tawa, tepuk tangan, dan sesekali sorak kemenangan.
Namun, ada momen berbeda yang membuat suasana mendadak hening: Rachmat H. Djalali, Ketua Perbasi Kota Palu, berdiri di podium dengan suara bergetar.
“Alhamdulillah sampai hari ini Bahari masih bisa berdiri dan melahirkan atlet-atlet terbaik. Terima kasih, Almarhum Bos Rudi…,” ucapnya, sembari menyeka air mata.
2 September 2025, bukan sekadar ulang tahun sebuah klub basket. Itu adalah perayaan perjalanan panjang Bintang Bahari Basketball, klub yang telah menjadi rumah bagi ratusan anak muda Palu untuk bermimpi, berlatih, dan membuktikan diri.

Rachmat yang dididik sebagai pebasket dari tahun 1993 di Bintang Bahari, mengenang perjuangan untuk membangun klub.
- Dari Kopi ke Basket
Tak banyak yang tahu, akar klub ini bermula dari sebuah nama sederhana: Bintang Harapan, didirikan pada 1988. Nama itu diambil dari merek kopi asal Sulawesi Tengah, usaha yang digeluti keluarga salah satu pendiri, Rudi Manoarfa.
Basket mungkin hanya hobi kala itu, namun semangatnya tumbuh seiring waktu. Satu dekade kemudian, klub berganti nama menjadi Fajar Bahari (1998), sebelum akhirnya menemukan identitas final: Bintang Bahari Basketball di tahun 2001
“Kalau dihitung sejak Bintang Harapan, sudah lebih dari 30 tahun kami ada. Alhamdulillah sampai saat ini Bahari masih bisa berdiri dan bisa berperan aktif menyumbang atlet untuk memperkuat Kota Palu dan Sulawesi,” kenang Rachmat.
Bahari bukan sekadar klub. Ia adalah mesin pembinaan yang melahirkan pebasket-pebasket tangguh Palu. Dari generasi ke generasi, Bahari menyalakan harapan agar anak-anak Palu bisa berdiri di level kompetisi tertinggi.
Tak heran bila di kancah lokal, Bahari dikenal sebagai tim yang sulit dibendung. Bukan hanya soal kemenangan, melainkan juga dedikasi untuk terus melahirkan bibit baru.
Bagi banyak pemain muda, mengenakan jersey Bahari adalah kebanggaan. Itu berarti masuk ke dalam lingkaran sejarah panjang yang berakar kuat di tana Kaili.

Ulang tahun ke-24 Bahari dirayakan sederhana: doa bersama, pemotongan tumpeng, lalu dilanjutkan dengan Bahari Cup V, turnamen antar klub basket yang kini menjadi agenda tahunan.
Namun kesederhanaan itu justru menambah kesan mendalam: sebuah tradisi yang bukan hanya merayakan usia, tapi juga kebersamaan.
Bagi Rachmat, Bahari adalah kenangan sekaligus masa depan. Dan bagi anak-anak muda Palu, Bahari adalah tangga pertama menuju mimpi yang lebih besar.
Di usia 24 tahun, Bahari bukan lagi sekadar klub basket. Ia adalah simbol konsistensi, ketekunan, dan cinta terhadap olahraga. Bahari telah menjadi saksi bagaimana basket Palu tumbuh, jatuh, bangkit, dan kembali berlari.

“Semoga Bahari terus mencetak atlet yang kelak bisa membanggakan Kota Palu dan Sulawesi Tengah,” tutup Rachmat dengan nada penuh harapan.
Malam itu, lampu-lampu di Taman GOR menyala terang. Bola masih bergulir, sorak-sorai penonton masih menggema, dan Bahari dengan segala sejarahnya tetap menyalakan api basket Palu. (*)